Senin, 03 April 2017

Tak Tahu Malu



Mana ada dulu yang namanya Dewan Perwakilan Daerah
kalau bukan karena mahasiswa bersama rakyat
gaungkan reformasi menata ulang formasi di segala lini
eksekutif, judikatif, dan legislatif.

Maka beruntunglah sekarang kalian Dewan Perwakilan Daerah
punya kesempatan seolah senator mewakili daerah masing-masing
tetapi memang mungkin otak dan pemikiran yang belum
direformasi, jadi masih bergaya semua ingin menang sendiri.

Katanya reformasi kembalikan kedaulatan kepada rakyat
demokrasi diberikan tak ada lagi tirani dan hambatan
tetapi nyatanya masih belum bisa berdemokrasi dengan baik
diberi kesempatan malah bertengkar sesama anggota
mau merebut mikrofon sampai mengambil palu sidang
mau menangnya sendiri tak ada lagi demokrasi
begitulah terjadi di sidang Dewan Perwakilan Daerah.

Jadi inikah balasan kalian Dewan Perwakilan Daerah
pada mahasiswa pada rakyat yang dulu gemakan reformasi
atau jangan-jangan, dulu kalian juga ikut di sana
mengepal tinju ke udara mendesak reformasi
tapi sekarang sudah lupa bahkan tak mau ingat lagi.

Tak tahu malu, benarlah
tak tahu malu!!!

Bintaro Sektor IX, 4 April 2017

Tiga Puisi



Lupakah Dia?

Ketika dia yang digadang-gadang penyair papan pun novelis terkenal, lantas cuma bisa manfaatkan ketenaran dengan menghina karya sesama seniman, menuduh seenaknya, menghukum sesukanya, hanya lantaran baris-baris lirik lagu yang menurutnya tak berkesesuaian dengan keharusannya, maka apatah lagi yang dapat diucap bila ternyata penyair dan novelis pun tak mengerti atau tak mau mengerti arti kiasan, tak paham atau tak mau paham, bahwa lirik lagu adalah perlambang dan bukan harus dibaca dan dimengerti kata per kata.

Ketika dia yang dianggap hebat dalam dunia sastra, lantas hanya dapat menyindir dan menyudutkan karya seni lainnya, lupakah dia metafora, perlambang, dan berbagai ini-itu dunia seni, yang tak serta merta harus dibaca dan diartikan apa adanya.

Maka apakah bedanya "bagimu negeri jiwa raga kami" yang dianggap tak sesuai dengan keharusan bahwa jiwa raga haruslah untuk TUHAN dan bagi Sang Pencipta saja jiwa dan raga itu, dengan "bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam, tapi buah alpukat" yang bisa dianggap juga kenapa lagi mempertanyakan apa yang telah digariskan TUHAN.

Seharusnya memang tidak. Tidak memang seharusnya.

Lirik lagu, baris puisi, bukanlah harus serta merta diartikan apa adanya, karena dia penuh perlambang, penuh metafora, penuh kiasan, dan segalanya, yang bisa berarti banyak, bisa berarti sedikit, bisa juga berarti gabungan.

Komponis, penyair, novelis, dan setiap insan, punya makna, punya sumbangsih untuk negeri ini, janganlah saling bertikai dan tak perlu saling menghina karya lain.

Tulislah, gambarlah, lagukanlah bersama-sama, dalam keberagaman yang indah, dan saling menghormati satu sama lain.

Begitu seharusnya. Seharusnya begitu.

Bintaro Sektor IX, 28 Januari 2017
Berthold Sinaulan



Memalukan, Memuakkan

Makin lama sastrawan tua itu makin membosankan
bikin catatan seperti puisi penuh kemarahan
segalanya salah di matanya yang tua dan mungkin sudah rabun
tak mau atau tak bisa mengerti jangan-jangan sudah pikun.

Dia bilang agamanya sedang ditekan
padahal tak ada yang tekan mayoritas
sebaliknya yang terjadi adalah penekanan
demi penekanan terhadap minoritas.

Penuh keanehan dalam catatannya
Segala hal dibolak-balik seenaknya
bilang mereka yang diancam
padahal merekalah yang mengancam.

Lantas terus-menerus tanpa lelah
sentimen SARA diprovokasi terus
bisa jadi nuraninya telah tergerus
tak peduli negara terpecah belah.

Maka kalau kau mengaku malu
menjadi orang Indonesia
hanyalah pernyataan sia-sia
ungkapan kosong bertalu-talu.

Jadi orang Indonesia kami bangga
meski masih banyak yang harus ditata
tapi bukannya kami hanya menghina
melainkan memilih bekerja bersama-sama.

Jadi kalau kau mengaku malu
lebih baik kau diam terpaku
jangan ganggu kerja kami
yang ingin bangun negeri ini.

Memalukan
tua-tua keladi
makin tua makin jadi
memuakkan.

Bintaro Sektor IX, 3 April 2017
Berthold Sinaulan



Kepada Sastrawan Tua

Sudah tua kau, sudah jadi sastrawan terhormat
nama besar sudah kau punya, tapi
sekarang malah ikut-ikutan jadi provokator
berteriak asing dan aseng, memainkan sentimen rakyat
agar terdorong semangatmu yang ingin memecah belah
keharmonisan dan kedamaian di negeri ini.

Manalah mungkin yang mayoritas ditekan?
yang terjadi justru minoritas terus dihambat
tidak boleh ini, tidak boleh itu,
kalau perlu memang tidak boleh apa-apa. Sekian.

Merenunglah kau, merenunglah di hari tuamu
jangan kau ikuti nafsumu yang ingin menghantam
menghancurkan seolah yang lain tak berhak
hidup di negeri Pancasila ini.

Sastrawan tua, padamu kukatakan
kuhormati karyamu, tapi tidak lagi
pada dirimu yang telah kau benamkan sendiri
ke dalam lumpur nafsu angkara dan semangat
mau menang sendiri. Stop.

Bintaro Sektor IX, 3 April 2017
Berthold Sinaulan

Sabtu, 31 Desember 2016

60 Tahun Astra, Merayakan Keberagaman Dalam Semangat Terpadu





Chief of Corporate Communications, Social Responsibility & Security PT Astra International Tbk Pongki Pamungkas (kanan) didampingi Head of Environment & Social Responsibility Astra Riza Deliansyah (kedua kiri) dan Head of Public Relations Astra Yulian Warman (kiri) mewarnai batik bermotif logo Inspirasi 60 Tahun Astra hasil karya siswa-siswi sekolah binaan Yayasan Pendidikan Astra-Michael D. Ruslim (YPA-MDR) pada acara media gathering "Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia: Berbagi Inspirasi 60 Tahun" beberapa waktu lalu di Jakarta. (Foto: www.astra.co.id)




Menutup 2016, kegetiran terasa manakala intoleransi mulai bermunculan. Sikap dan perilaku tak terpuji yang selalu mengaitkan orang per orang dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), bisa dikatakan makin menyeruak tahun ini. Untunglah Pemerintah bertindak cukup tegas. Ujaran dan perilaku kebencian terkait SARA, mulai ditangani satu-persatu secara hukum.
Bertolak belakang dari kasus-kasus intoleransi itu, perusahaan yang kini bernama PT Astra International Tbk (Astra), justru akan memasuki usianya yang ke-60 pada 2017. Dimulai pada 1957, perusahaan tersebut telah menapaki perjalanan panjang dalam sejarah perekonomian Indonesia. Tapi apa hubungannya Astra dengan kasus intoleransi?
Justru tidak ada. Sebaliknya, Astra adalah pencerminan dari keberagaman dalam semangat terpadu. Itu tercermin dalam filosofi perusahaan tersebut yang disebut “Catur Dharma”. Keempat darma itu adalah  menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara, memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, menghargai individu dan membina kerja sama, serta senantiasa berusaha mencapai yang terbaik.
Sungguh menarik untuk diperhatikan bahwa darma pertama bukan soal bagaimana perusahaan itu bisa berjalan secara ekonomis, tetapi justru bagaimana perusahaan itu dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara. Mengingatkan kembali slogan terkenal dari Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, dan kemudian sering dikutip di mana-mana, “Jangan tanyakan apa yang negara dapat berikan padamu, tetapi tanyakanlah apa yang dapat kamu berikan kepada negara”.
Memberi sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa dan negara lewat Astra, memang sudah diyakini oleh para pendiri perusahaan itu. Setidaknya dapat diringkas dari intisari keyakinan tiga pendirinya, yaitu William Soeryadjaya yang bernama asli Tjia Kian Liong, lalu adiknya yang bernama Tjia Kian Tie, dan sahabatnya, Lim Peng Hong.
Mereka mendirikan PT Astra Internasional Inc., yang bermula dari pemasaran minuman ringan dan ekspor hasil bumi. Selanjutnya, perusahaan itu bertambah besar dari bidang usahanya meluas. Astra semakin dikenal sebagai “rajanya” perusahaan otomotif Indonesia. Namun bukan hanya itu. Peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan bidang lainnya juga digarap Astra yang tumbuh menjadi “pohon rindang”, ungkapan yang dikatakan William Soeryadjaya sendiri.
Menjelang “peringatan berlian” (diamond anniversary) atau HUT ke-60 Astra pada tahun depan, perusahaan itu membuktikan bahwa keberagaman justru menjadi berkah. Dimulai dengan tiga anak muda pengusaha keturunan Tionghoa, Astra telah berkembang menjadi perusahaan yang ditangani oleh beragam suku, agama, ras, dan antargolongan. Bila akhir 2016 di sebagian wilayah Indonesia marak terjadi kasus intoleransi terkait SARA, di Astra justru membuktikan keberagaman dengan semangat terpadu, menjadi kekuatan.

SATU Indonesia
Di usianya yang makin mapan, Astra semakin memantapkan filosofi perusahaan tersebut untuk menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara, dengan slogan “SATU Indonesia”. Ini adalah singkatan dari “Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia”. Suatu langkah nyata dari Grup Astra untuk berperan aktif, serta memberikan kontribusi meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia melalui karsa, cipta dan karya terpadu untuk memberikan nilai tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Sungguh menarik memperhatikan Laporan Tahunan 2015 perusahaan tersebut. Berjudul “Memanfaatkan Keberagaman Peluang untuk Sejahtera Bersama Bangsa”, laporan itu menunjukkan betapa pentingnya keberagaman yang ada sebagai bekal untuk menjadikan bangsa lebih sejahtera.
Catatan penting dari laporan direksi perusahaan terkait dengan kinerja tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR), menunjukkan bahwa perusahaan itu memang terus mengembangkan warisan para pendirinya. “Selaras dengan nilai-nilai yang diwarisi oleh pendiri
perusahaan, khususnya Bapak William Soeryadjaya, Astra senantiasa mengedepankan pentingnya keseimbangan kontribusi sosial dalam menjalankan bisnis,” demikian tertulis dalam Laporan Tahunan 2015 tersebut.
Disebutkan pula,  berpedoman pada Public Contribution Roadmap, program CSR dijalankan dengan fokus pada empat pilar utama, yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat. Kontribusi sosial Astra yang dilakukan dengan pendekatan yang terintegrasi dari empat pilar CSR Astra tersebut dan juga aktivitas melalui sembilan yayasan yang ada di dalam lingkungan perusahaan tersebut, adalah inisiatif Astra untuk memberikan nilai tambah yang berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.
Kesembilan yayasan tersebut mempunyai aktivitas beragam. Ada yayasan yang mempunyai misi untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti dilakukan Yayasan Toyota dan Astra (YTA) yang didirikan pada 1974 dengan program penyediaan bantuan dana dan pembiayaan untuk kegiatan pendidikan, riset dan pengembangan teknologi, bantuan alat peraga pendidikan dan buku-buku, terutama teknologi otomotif.
Sementara  Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA)  yang didirikan pada 1980 oleh pendiri Astra William Soeryadjaya, mempunyai misi membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, sekaligus sebagai penguatan value chain usaha Astra melalui program pemberdayaan masyarakat di sekitar operasional Astra.
Terkait bisnisnya dalam bidang otomotif, ada juga Yayasan Astra Bina Ilmu (YABI) yang didirikan pada 1995. Di samping itu, masih banyak lagi yayasan lainnya di lingkungan Astra, yang memberi bantuan dan dukungan dalam berbagai bidang, misalnya pelestarian lingkungan hidup, serta beragam aktivitas sosial dan budaya, termasuk memberikan bantuan saat terjadinya bencana alam.

Sumber Daya Manusia Unggul
Sebagai perusahaan terbuka yang memang dibentuk untuk menghasilkan profit, tentu saja Astra tidak melulu memberi perhatian pada program CSR.  Tak kalah pentingnya adalah dalam menjalankan bisnis, Astra  menganggap b ahwa pelanggan merupakan pemangku kepentingan utama.
Jadi memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan, sebagaimana disebutkan dalam darma kedua “Catur Dharma” Astra juga menjadi penting. Untuk itu, Astra harus senantiasa berusaha menghadirkan produk yang berkualitas bagi pelanggannya. Intinya, jangan sampai pelanggan kecewa. 
Di sinilah peran perusahaan itu untuk selalu menjaga integrasi dengan para pemasok yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan, sebagai bagian dari rantai bisnis yang ikut berperan dalam kelanjutan bisnis Astra.  Terkait dengan itu, tak dapat pula dilupakan sumber daya manusia (SDM) yang ada.
Agar pelanggan puas dan tidak kecewa, Astra harus dapat menyediakan produk dan jasa yang ditangani SDM yang memang berkualitas. Pihak perusahaan itu sendiri menganggap bahwa SDM adalah aset utama yang memegang peran penting bagi pencapaian kinerja perusahaan yang baik. Kinerja perusahaan yang baik tidak lepas dari inovasi yang dilakukan secara berkelanjutan. Ini  juga yang melatarbelakangi  penyelenggaraan InnovAstra yang merupakan ajang tahunan untuk menampilkan dan menghargai kemampuan berinovasi seluruh Insan Astra. Kegiatan tersebut menjadi wadah dalam menciptakan dan membangun budaya invoasi di dalam perusahaan, dan telah berjalan selama 32 tahun tanpa henti.
Terkait dengan SDM, Astra juga telah mempunyai People Roadmap. Pentingnya sistem kaderisasi dan sistem peralihan kepemimpinan yang efektif guna menjamin keberlangsungan perusahaan, menjadi hal yang ditekankan dalam “peta jalan” itu. Untuk menghasilkan SDM yang unggul itulah, pihak Astra melakukannya melalui  “tiga E”. Pertama, Education, yaitu membekali pendidikan yang sistemis dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan berinovasi,  menguasai teknologi dan meningkatkan produktivitas. Kedua, Enrichment, yaitu mengelola karyawan bertalenta melalui proses penugasan dan rotasi dalam rangka mengasah potensi untuk memahami dan mendalami bidang-bidang bisnis yang berbeda. Ketiga,  Empowerment, yaitu membangun kompetensi dan prestasi individu untuk menjamin ketersediaan pemimpin bisnis di masa depan.
SDM unggul calon pemimpin bisnis, yang tentu saja  seperti telah dibuktikan Astra selama ini, terbuka untuk siapa saja. Tidak memandang hal-hal yang terkait SARA, tetapi mengedepankan sisi profesionalisme dan kemampuan untuk  menjadikan tahun-tahun berikutnya dari Astra lebih baik lagi.
Keberhasilan Astra, seperti pernah dikatakan pendirinya, William Soeryadjaya adalah “berkat kerja keras semua karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya pribadi.” Catatan penting yang patut menjadi perhatian menjelang 60 tahun Astra, bahwa keberhasilan adalah kerja keras bersama, beragam manusia dengan beragam latar belakang, yang mempunyai semangat terpadu untuk maju bersama.
Catatan penting yang perlu sekali lagi digarisbawahi saat merayakan 60 tahun Astra, saat merayakan keberagaman dalam semangat terpadu agar dapat memberi manfaat terbaik bagi bangsa dan negara. Selamat ulang tahun Astra. Teruslah berjuang dan menembus segala tantangan untuk mencapai bintang, sesuai motto perusahaan “Per Aspera Ad Astra”.