Chief of
Corporate Communications, Social Responsibility & Security PT Astra
International Tbk Pongki Pamungkas (kanan) didampingi Head of Environment &
Social Responsibility Astra Riza Deliansyah (kedua kiri) dan Head of Public
Relations Astra Yulian Warman (kiri) mewarnai batik bermotif logo Inspirasi 60
Tahun Astra hasil karya siswa-siswi sekolah binaan Yayasan Pendidikan
Astra-Michael D. Ruslim (YPA-MDR) pada acara media gathering "Semangat Astra
Terpadu Untuk Indonesia: Berbagi Inspirasi 60 Tahun" beberapa waktu lalu di Jakarta. (Foto: www.astra.co.id)
Menutup
2016, kegetiran terasa manakala intoleransi mulai bermunculan. Sikap dan
perilaku tak terpuji yang selalu mengaitkan orang per orang dengan suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA), bisa dikatakan makin menyeruak tahun ini.
Untunglah Pemerintah bertindak cukup tegas. Ujaran dan perilaku kebencian
terkait SARA, mulai ditangani satu-persatu secara hukum.
Bertolak
belakang dari kasus-kasus intoleransi itu, perusahaan yang kini bernama PT
Astra International Tbk (Astra), justru akan memasuki usianya yang ke-60 pada
2017. Dimulai pada 1957, perusahaan tersebut telah menapaki perjalanan panjang
dalam sejarah perekonomian Indonesia. Tapi apa hubungannya Astra dengan kasus
intoleransi?
Justru tidak
ada. Sebaliknya, Astra adalah pencerminan dari keberagaman dalam semangat
terpadu. Itu tercermin dalam filosofi perusahaan tersebut yang disebut “Catur
Dharma”. Keempat darma itu adalah menjadi
milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara, memberikan pelayanan terbaik
kepada pelanggan, menghargai individu dan membina kerja sama, serta senantiasa
berusaha mencapai yang terbaik.
Sungguh
menarik untuk diperhatikan bahwa darma pertama bukan soal bagaimana perusahaan
itu bisa berjalan secara ekonomis, tetapi justru bagaimana perusahaan itu dapat
bermanfaat bagi bangsa dan negara. Mengingatkan kembali slogan terkenal dari
Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, dan kemudian sering dikutip di
mana-mana, “Jangan tanyakan apa yang negara dapat berikan padamu, tetapi
tanyakanlah apa yang dapat kamu berikan kepada negara”.
Memberi
sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa dan negara lewat Astra, memang sudah
diyakini oleh para pendiri perusahaan itu. Setidaknya dapat diringkas dari
intisari keyakinan tiga pendirinya, yaitu William Soeryadjaya yang bernama asli
Tjia Kian Liong, lalu adiknya yang bernama Tjia Kian Tie, dan sahabatnya, Lim
Peng Hong.
Mereka
mendirikan PT Astra Internasional Inc., yang bermula dari pemasaran minuman
ringan dan ekspor hasil bumi. Selanjutnya, perusahaan itu bertambah besar dari
bidang usahanya meluas. Astra semakin dikenal sebagai “rajanya” perusahaan
otomotif Indonesia. Namun bukan hanya itu. Peralatan berat, peralatan kantor,
perkayuan, dan bidang lainnya juga digarap Astra yang tumbuh menjadi “pohon
rindang”, ungkapan yang dikatakan William Soeryadjaya sendiri.
Menjelang “peringatan
berlian” (diamond anniversary) atau
HUT ke-60 Astra pada tahun depan, perusahaan itu membuktikan bahwa keberagaman
justru menjadi berkah. Dimulai dengan tiga anak muda pengusaha keturunan
Tionghoa, Astra telah berkembang menjadi perusahaan yang ditangani oleh beragam
suku, agama, ras, dan antargolongan. Bila akhir 2016 di sebagian wilayah
Indonesia marak terjadi kasus intoleransi terkait SARA, di Astra justru
membuktikan keberagaman dengan semangat terpadu, menjadi kekuatan.
SATU Indonesia
Di usianya
yang makin mapan, Astra semakin memantapkan filosofi perusahaan tersebut untuk
menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara, dengan slogan “SATU Indonesia”.
Ini adalah singkatan dari “Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia”. Suatu
langkah nyata dari Grup Astra untuk berperan aktif, serta memberikan kontribusi
meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia melalui karsa, cipta dan karya
terpadu untuk memberikan nilai tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Sungguh
menarik memperhatikan Laporan Tahunan 2015 perusahaan tersebut. Berjudul “Memanfaatkan
Keberagaman Peluang untuk Sejahtera Bersama Bangsa”, laporan itu menunjukkan
betapa pentingnya keberagaman yang ada sebagai bekal untuk menjadikan bangsa
lebih sejahtera.
Catatan
penting dari laporan direksi perusahaan terkait dengan kinerja tanggung jawab
sosial atau corporate social
responsibility (CSR), menunjukkan bahwa perusahaan itu memang terus
mengembangkan warisan para pendirinya. “Selaras dengan nilai-nilai yang
diwarisi oleh pendiri
perusahaan,
khususnya Bapak William Soeryadjaya, Astra senantiasa mengedepankan pentingnya
keseimbangan kontribusi sosial dalam menjalankan bisnis,” demikian tertulis
dalam Laporan Tahunan 2015 tersebut.
Disebutkan
pula, berpedoman pada Public Contribution Roadmap, program CSR
dijalankan dengan fokus pada empat pilar utama, yaitu kesehatan, pendidikan,
lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat. Kontribusi sosial Astra yang
dilakukan dengan pendekatan yang terintegrasi dari empat pilar CSR Astra
tersebut dan juga aktivitas melalui sembilan yayasan yang ada di dalam
lingkungan perusahaan tersebut, adalah inisiatif Astra untuk memberikan nilai
tambah yang berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.
Kesembilan
yayasan tersebut mempunyai aktivitas beragam. Ada yayasan yang mempunyai misi
untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti dilakukan Yayasan
Toyota dan Astra (YTA) yang didirikan pada 1974 dengan program penyediaan
bantuan dana dan pembiayaan untuk kegiatan pendidikan, riset dan pengembangan
teknologi, bantuan alat peraga pendidikan dan buku-buku, terutama teknologi
otomotif.
Sementara Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) yang didirikan pada 1980 oleh pendiri Astra
William Soeryadjaya, mempunyai misi membina dan mengembangkan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah, sekaligus sebagai penguatan value chain usaha Astra melalui program pemberdayaan masyarakat di
sekitar operasional Astra.
Terkait
bisnisnya dalam bidang otomotif, ada juga Yayasan Astra Bina Ilmu (YABI) yang
didirikan pada 1995. Di samping itu, masih banyak lagi yayasan lainnya di
lingkungan Astra, yang memberi bantuan dan dukungan dalam berbagai bidang,
misalnya pelestarian lingkungan hidup, serta beragam aktivitas sosial dan
budaya, termasuk memberikan bantuan saat terjadinya bencana alam.
Sumber Daya
Manusia Unggul
Sebagai
perusahaan terbuka yang memang dibentuk untuk menghasilkan profit, tentu saja
Astra tidak melulu memberi perhatian pada program CSR. Tak kalah pentingnya adalah dalam menjalankan
bisnis, Astra menganggap b ahwa
pelanggan merupakan pemangku kepentingan utama.
Jadi
memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan, sebagaimana disebutkan
dalam darma kedua “Catur Dharma” Astra juga menjadi penting. Untuk itu, Astra
harus senantiasa berusaha menghadirkan produk yang berkualitas bagi pelanggannya.
Intinya, jangan sampai pelanggan kecewa.
Di sinilah
peran perusahaan itu untuk selalu menjaga integrasi dengan para pemasok yang
menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan, sebagai bagian dari rantai bisnis
yang ikut berperan dalam kelanjutan bisnis Astra. Terkait dengan itu, tak dapat pula dilupakan
sumber daya manusia (SDM) yang ada.
Agar
pelanggan puas dan tidak kecewa, Astra harus dapat menyediakan produk dan jasa
yang ditangani SDM yang memang berkualitas. Pihak perusahaan itu sendiri
menganggap bahwa SDM adalah aset utama yang memegang peran penting bagi
pencapaian kinerja perusahaan yang baik. Kinerja perusahaan yang baik tidak
lepas dari inovasi yang dilakukan secara berkelanjutan. Ini juga yang melatarbelakangi penyelenggaraan InnovAstra yang merupakan
ajang tahunan untuk menampilkan dan menghargai kemampuan berinovasi seluruh
Insan Astra. Kegiatan tersebut menjadi wadah dalam menciptakan dan membangun
budaya invoasi di dalam perusahaan, dan telah berjalan selama 32 tahun tanpa
henti.
Terkait
dengan SDM, Astra juga telah mempunyai People
Roadmap. Pentingnya sistem kaderisasi dan sistem peralihan kepemimpinan
yang efektif guna menjamin keberlangsungan perusahaan, menjadi hal yang
ditekankan dalam “peta jalan” itu. Untuk menghasilkan SDM yang unggul itulah,
pihak Astra melakukannya melalui “tiga E”.
Pertama, Education, yaitu membekali
pendidikan yang sistemis dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan
berinovasi, menguasai teknologi dan
meningkatkan produktivitas. Kedua, Enrichment,
yaitu mengelola karyawan bertalenta melalui proses penugasan dan rotasi dalam
rangka mengasah potensi untuk memahami dan mendalami bidang-bidang bisnis yang
berbeda. Ketiga, Empowerment, yaitu membangun kompetensi dan prestasi individu untuk
menjamin ketersediaan pemimpin bisnis di masa depan.
SDM unggul calon
pemimpin bisnis, yang tentu saja seperti
telah dibuktikan Astra selama ini, terbuka untuk siapa saja. Tidak memandang
hal-hal yang terkait SARA, tetapi mengedepankan sisi profesionalisme dan
kemampuan untuk menjadikan tahun-tahun
berikutnya dari Astra lebih baik lagi.
Keberhasilan
Astra, seperti pernah dikatakan pendirinya, William Soeryadjaya adalah “berkat
kerja keras semua karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya
pribadi.” Catatan penting yang patut menjadi perhatian menjelang 60 tahun
Astra, bahwa keberhasilan adalah kerja keras bersama, beragam manusia dengan
beragam latar belakang, yang mempunyai semangat terpadu untuk maju bersama.
Catatan
penting yang perlu sekali lagi digarisbawahi saat merayakan 60 tahun Astra,
saat merayakan keberagaman dalam semangat terpadu agar dapat memberi manfaat
terbaik bagi bangsa dan negara. Selamat ulang tahun Astra. Teruslah berjuang
dan menembus segala tantangan untuk mencapai bintang, sesuai motto perusahaan “Per Aspera Ad Astra”.