Sabtu, 31 Desember 2016

60 Tahun Astra, Merayakan Keberagaman Dalam Semangat Terpadu





Chief of Corporate Communications, Social Responsibility & Security PT Astra International Tbk Pongki Pamungkas (kanan) didampingi Head of Environment & Social Responsibility Astra Riza Deliansyah (kedua kiri) dan Head of Public Relations Astra Yulian Warman (kiri) mewarnai batik bermotif logo Inspirasi 60 Tahun Astra hasil karya siswa-siswi sekolah binaan Yayasan Pendidikan Astra-Michael D. Ruslim (YPA-MDR) pada acara media gathering "Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia: Berbagi Inspirasi 60 Tahun" beberapa waktu lalu di Jakarta. (Foto: www.astra.co.id)




Menutup 2016, kegetiran terasa manakala intoleransi mulai bermunculan. Sikap dan perilaku tak terpuji yang selalu mengaitkan orang per orang dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), bisa dikatakan makin menyeruak tahun ini. Untunglah Pemerintah bertindak cukup tegas. Ujaran dan perilaku kebencian terkait SARA, mulai ditangani satu-persatu secara hukum.
Bertolak belakang dari kasus-kasus intoleransi itu, perusahaan yang kini bernama PT Astra International Tbk (Astra), justru akan memasuki usianya yang ke-60 pada 2017. Dimulai pada 1957, perusahaan tersebut telah menapaki perjalanan panjang dalam sejarah perekonomian Indonesia. Tapi apa hubungannya Astra dengan kasus intoleransi?
Justru tidak ada. Sebaliknya, Astra adalah pencerminan dari keberagaman dalam semangat terpadu. Itu tercermin dalam filosofi perusahaan tersebut yang disebut “Catur Dharma”. Keempat darma itu adalah  menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara, memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, menghargai individu dan membina kerja sama, serta senantiasa berusaha mencapai yang terbaik.
Sungguh menarik untuk diperhatikan bahwa darma pertama bukan soal bagaimana perusahaan itu bisa berjalan secara ekonomis, tetapi justru bagaimana perusahaan itu dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara. Mengingatkan kembali slogan terkenal dari Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, dan kemudian sering dikutip di mana-mana, “Jangan tanyakan apa yang negara dapat berikan padamu, tetapi tanyakanlah apa yang dapat kamu berikan kepada negara”.
Memberi sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa dan negara lewat Astra, memang sudah diyakini oleh para pendiri perusahaan itu. Setidaknya dapat diringkas dari intisari keyakinan tiga pendirinya, yaitu William Soeryadjaya yang bernama asli Tjia Kian Liong, lalu adiknya yang bernama Tjia Kian Tie, dan sahabatnya, Lim Peng Hong.
Mereka mendirikan PT Astra Internasional Inc., yang bermula dari pemasaran minuman ringan dan ekspor hasil bumi. Selanjutnya, perusahaan itu bertambah besar dari bidang usahanya meluas. Astra semakin dikenal sebagai “rajanya” perusahaan otomotif Indonesia. Namun bukan hanya itu. Peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan bidang lainnya juga digarap Astra yang tumbuh menjadi “pohon rindang”, ungkapan yang dikatakan William Soeryadjaya sendiri.
Menjelang “peringatan berlian” (diamond anniversary) atau HUT ke-60 Astra pada tahun depan, perusahaan itu membuktikan bahwa keberagaman justru menjadi berkah. Dimulai dengan tiga anak muda pengusaha keturunan Tionghoa, Astra telah berkembang menjadi perusahaan yang ditangani oleh beragam suku, agama, ras, dan antargolongan. Bila akhir 2016 di sebagian wilayah Indonesia marak terjadi kasus intoleransi terkait SARA, di Astra justru membuktikan keberagaman dengan semangat terpadu, menjadi kekuatan.

SATU Indonesia
Di usianya yang makin mapan, Astra semakin memantapkan filosofi perusahaan tersebut untuk menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara, dengan slogan “SATU Indonesia”. Ini adalah singkatan dari “Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia”. Suatu langkah nyata dari Grup Astra untuk berperan aktif, serta memberikan kontribusi meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia melalui karsa, cipta dan karya terpadu untuk memberikan nilai tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Sungguh menarik memperhatikan Laporan Tahunan 2015 perusahaan tersebut. Berjudul “Memanfaatkan Keberagaman Peluang untuk Sejahtera Bersama Bangsa”, laporan itu menunjukkan betapa pentingnya keberagaman yang ada sebagai bekal untuk menjadikan bangsa lebih sejahtera.
Catatan penting dari laporan direksi perusahaan terkait dengan kinerja tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR), menunjukkan bahwa perusahaan itu memang terus mengembangkan warisan para pendirinya. “Selaras dengan nilai-nilai yang diwarisi oleh pendiri
perusahaan, khususnya Bapak William Soeryadjaya, Astra senantiasa mengedepankan pentingnya keseimbangan kontribusi sosial dalam menjalankan bisnis,” demikian tertulis dalam Laporan Tahunan 2015 tersebut.
Disebutkan pula,  berpedoman pada Public Contribution Roadmap, program CSR dijalankan dengan fokus pada empat pilar utama, yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat. Kontribusi sosial Astra yang dilakukan dengan pendekatan yang terintegrasi dari empat pilar CSR Astra tersebut dan juga aktivitas melalui sembilan yayasan yang ada di dalam lingkungan perusahaan tersebut, adalah inisiatif Astra untuk memberikan nilai tambah yang berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.
Kesembilan yayasan tersebut mempunyai aktivitas beragam. Ada yayasan yang mempunyai misi untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti dilakukan Yayasan Toyota dan Astra (YTA) yang didirikan pada 1974 dengan program penyediaan bantuan dana dan pembiayaan untuk kegiatan pendidikan, riset dan pengembangan teknologi, bantuan alat peraga pendidikan dan buku-buku, terutama teknologi otomotif.
Sementara  Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA)  yang didirikan pada 1980 oleh pendiri Astra William Soeryadjaya, mempunyai misi membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, sekaligus sebagai penguatan value chain usaha Astra melalui program pemberdayaan masyarakat di sekitar operasional Astra.
Terkait bisnisnya dalam bidang otomotif, ada juga Yayasan Astra Bina Ilmu (YABI) yang didirikan pada 1995. Di samping itu, masih banyak lagi yayasan lainnya di lingkungan Astra, yang memberi bantuan dan dukungan dalam berbagai bidang, misalnya pelestarian lingkungan hidup, serta beragam aktivitas sosial dan budaya, termasuk memberikan bantuan saat terjadinya bencana alam.

Sumber Daya Manusia Unggul
Sebagai perusahaan terbuka yang memang dibentuk untuk menghasilkan profit, tentu saja Astra tidak melulu memberi perhatian pada program CSR.  Tak kalah pentingnya adalah dalam menjalankan bisnis, Astra  menganggap b ahwa pelanggan merupakan pemangku kepentingan utama.
Jadi memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan, sebagaimana disebutkan dalam darma kedua “Catur Dharma” Astra juga menjadi penting. Untuk itu, Astra harus senantiasa berusaha menghadirkan produk yang berkualitas bagi pelanggannya. Intinya, jangan sampai pelanggan kecewa. 
Di sinilah peran perusahaan itu untuk selalu menjaga integrasi dengan para pemasok yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan, sebagai bagian dari rantai bisnis yang ikut berperan dalam kelanjutan bisnis Astra.  Terkait dengan itu, tak dapat pula dilupakan sumber daya manusia (SDM) yang ada.
Agar pelanggan puas dan tidak kecewa, Astra harus dapat menyediakan produk dan jasa yang ditangani SDM yang memang berkualitas. Pihak perusahaan itu sendiri menganggap bahwa SDM adalah aset utama yang memegang peran penting bagi pencapaian kinerja perusahaan yang baik. Kinerja perusahaan yang baik tidak lepas dari inovasi yang dilakukan secara berkelanjutan. Ini  juga yang melatarbelakangi  penyelenggaraan InnovAstra yang merupakan ajang tahunan untuk menampilkan dan menghargai kemampuan berinovasi seluruh Insan Astra. Kegiatan tersebut menjadi wadah dalam menciptakan dan membangun budaya invoasi di dalam perusahaan, dan telah berjalan selama 32 tahun tanpa henti.
Terkait dengan SDM, Astra juga telah mempunyai People Roadmap. Pentingnya sistem kaderisasi dan sistem peralihan kepemimpinan yang efektif guna menjamin keberlangsungan perusahaan, menjadi hal yang ditekankan dalam “peta jalan” itu. Untuk menghasilkan SDM yang unggul itulah, pihak Astra melakukannya melalui  “tiga E”. Pertama, Education, yaitu membekali pendidikan yang sistemis dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan berinovasi,  menguasai teknologi dan meningkatkan produktivitas. Kedua, Enrichment, yaitu mengelola karyawan bertalenta melalui proses penugasan dan rotasi dalam rangka mengasah potensi untuk memahami dan mendalami bidang-bidang bisnis yang berbeda. Ketiga,  Empowerment, yaitu membangun kompetensi dan prestasi individu untuk menjamin ketersediaan pemimpin bisnis di masa depan.
SDM unggul calon pemimpin bisnis, yang tentu saja  seperti telah dibuktikan Astra selama ini, terbuka untuk siapa saja. Tidak memandang hal-hal yang terkait SARA, tetapi mengedepankan sisi profesionalisme dan kemampuan untuk  menjadikan tahun-tahun berikutnya dari Astra lebih baik lagi.
Keberhasilan Astra, seperti pernah dikatakan pendirinya, William Soeryadjaya adalah “berkat kerja keras semua karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya pribadi.” Catatan penting yang patut menjadi perhatian menjelang 60 tahun Astra, bahwa keberhasilan adalah kerja keras bersama, beragam manusia dengan beragam latar belakang, yang mempunyai semangat terpadu untuk maju bersama.
Catatan penting yang perlu sekali lagi digarisbawahi saat merayakan 60 tahun Astra, saat merayakan keberagaman dalam semangat terpadu agar dapat memberi manfaat terbaik bagi bangsa dan negara. Selamat ulang tahun Astra. Teruslah berjuang dan menembus segala tantangan untuk mencapai bintang, sesuai motto perusahaan “Per Aspera Ad Astra”.

Senin, 12 September 2016

The Story of My Scout Jacket - An Update from West Sumatera


You may be already read my post titled "The Story of My Scout Jacket", and you may read it again here: http://scoutmemorabilia.blogspot.co.id/2016/05/a-story-of-my-scout-jacket.html

Now I want to share with all of you an update of that jacket. Recently, my wife and I went to West Sumatera in the Sumatra island of Indonesia. This is a family vacation, and we stayed at our friend's family house called as "Rumah Gadang". This kind of Rumah Gadang is a traditional family big house for each clan at the area. We stayed at the area known as Lintau, a village around 3 hours drive from Padang, the capital city of West Sumatera Province.

One morning, my wife took several pictures of me at the house, when I wore my Scout jacket. Here are the pictures that shows my Scout jacket had another journey.


(All photos by Afriani)

Jumat, 15 Juli 2016

Gerakan Pramuka Ajak Pathfinder Club Bergabung




Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka mengajak para anggota Pathfinder Club untuk bergabung sebagai Satuan Komunitas (Sako) Gerakan Pramuka. Pihak Kwarnas juga merasa gembira, walaupun Pathfinder belum menjadi anggota Gerakan Pramuka dan World Organization of the Scout Movement (WOSM), tetapi bendera Tunas Kelapa dan bendera WOSM ikut dikibarkan dalam acara 2nd Southern Asia-Pacific Division Pathfinder Camporee (Kampore Pathfinder Divisi Asia-Pasifik Selatan ke-2).

Hal tersebut dikatakan baik oleh Kak Editha Rahaded, Wakil Ketua Kwarnas Bidang Pembinaan Anggota Muda dan Kak H Abdul Shobur, Wakil Ketua Kwarnas Bidang Lingkungan Hidup yang hadir pada pembukaan kampore, Selasa, 12 Juli 2016. Kampore, sejenis jambore yang diikuti Pathfinder usia 10-15 tahun itu diadakan dari 12 sampai 16 Juli 2016 di bumi perkemahan yang terletak dalam komplek Universitas Advent Indonesia, Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Sekitar 4.500 peserta berpartisipasi dalam kampore tersebut. Selain dari berbagai daerah di Indonesia, dengan peserta terbanyak dari DKI Jakarta sebanyak 1.500 orang dan Papua sebanyak 800 orang, hadir pula perwakilan Pathfinder dari sejumlah negara. Di antaranya dari Papua Nugini, Thailand, Malaysia, Myanmar, Singapura, Filipina, Korea Selatan, sejumlah negara di Asia Selatan, dan bahkan dari Amerika Serikat. Pimpinan Pathfinder tingkat dunia yang hadir antara lain Jonatan Tejel, World Pathfinder Director, dan Pastor Jobbie Yabut, Direktur Kaum Muda Divisi Asia-Pasifik Selatan yang berasal dari Filipina.

Tentu saja, Yohanis Ronny Wenas sebagai Direktur Pemuda Advent Pathfinder dan Amicus GAMHK Uni Indonesia Kawasan Barat, serta R. Hutabarat yang merupakan Rektor Unai, beserta jajarannya hadir pula pada Kampore tersebut.



Pathfinder Club adalah kegiatan pendidikan bagi kaum muda di lingkungan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK), maupun sekolah-sekolah yang menjadi binaan GMAHK. Di tingkat dunia, Pathfinder mempunyai organisasi yang membawahi divisi-divisi, termasuk Divisi Asia-Pasifik Selatan, di mana Pathdfinder Indonesia menjadi anggotanya.
Sama seperti kegiatan Gerakan Pramuka dan kepanduan umumnya, Pathfinder juga mendidik kaum muda dalam pembentukan karakter dan budi pekerti yang baik. Kegiatannya pun banyak dilakukan di alam terbuka, seperti dalam bentuk perkemahan, penjelajahan, dan banyak lagi. Tentu saja, karena Pathfinder merupakan kegiatan kaum muda dalam lingkungan GMAHK, maka pendidikan keagamaan juga menjadi penting. Dan sama seperti Gerakan Pramuka maupun kepanduan umumnya, dalam janji Pathfinder juga ditekankan pentingnya menjalankan kewajiban terhadap TUHAN.

Seusai upacara pembukaan yang dihadiri wakil dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama, serta sejumlah tokoh pemerintahan baik sipil maupun militer, acara dilanjutkan dengan seminar singkat. Kwarnas Gerakan Pramuka mendapat kehormatan untuk memberikan seminar pada awal Kampore yang membahas tentang "Wawasan Kebangsaan".
Seminar dimulai oleh Kak Berthold Sinaulan yang memberikan pemaparan tentang Scouting & Religion (Kepanduan & Agama), yang antara lain menjelaskan mengenai kode kehormatan kepanduan di mana pun yang menekankan pentingnya bertakwa dan menjalan kewajiban kepada Tuhan, serta bagaimana komunitas-komunitas keagamaan di dalam kepanduan juga menjadi bagian dari WOSM. Di antaranya komunitas para pandu Islam (International Union of Muslim Scouts/IUMS), Katholik (International Catholic Conference of Scouting/ICCS), Buddha (World Buddhist Scouts Brotherhood/WBSB), Kristen Protestan (Council of Protestants in Guding and Scouting/CPGC), dan lainnya. Pathfinder memang belum menjadi bagian dari WOSM, tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk masuk dan bergabung dalam WOSM.

Dilanjutkan oleh Kak Supriyadi yang memberikan beberapa contoh permainan Pramuka, yang sama seperti Pathfinder juga memberikan pendidikan melalui permainan-permainan yang menarik, kemudian puncaknya adalah penjelasan dari Kak Sobur dan Kak Editha. Kedua Wakil Ketua Kwarnas itu menjelaskan mengenai UU No.12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka dan kemungkinan bergabungnya Pathfinder dalam Satuan Komunitas (Sako).
Disambut tepuk tangan meriah dari 4.500 peserta, Kak Editha mengajak para anggota Pathfinder untuk menjadi bagian dari Gerakan Pramuka. Bahkan tidak tertutup kemungkinan ikut hadir dalam Jambore Nasional X-2016 yang akan diadakan di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, 14-21 Agustus 2016.

Dalam Kampore yang menggunakan tema Valiant (Gagah Berani) itu, Kak Supriyadi juga membantu memberikan permainan pioneering kepada para peserta. Termasuk pendirian menara pandang yang terbuat dari rangkaian bambu yang hanya diikat dengan tali. Di samping itu, saat pengibaran bendera Merah Putih pada upacara pembukaan, tiang bendera yang juga dibuat dari bambu berukuran tinggi sekali menarik perhatian para peserta dari luar negeri.

(Foto: Isnal Waladi, Indonesia Scout Journalist)

Sabtu, 11 Juni 2016

The “Big Cats” Flag from Korea


To commemorated the 25th Asia-Pacific Regional Scout Conference (APRSC) which been held at Gwangju, South Korea, from 3rd to 8th November 2015, I made some memorabilia items. This “Big Cats” flag is one of the memorabilia items I made. The flag depicted with the design of tiger, lion, and puma, which I cut off from the patrol flag and put it together in one flag. There is also words “APRSC 2015” on top and “Korea” on the bottom.

To make it personal, I also put a special limited edition badge on right top of the flag. This flag size is approximately 34 x 48 centimeters. Then, I brought the flag and other memorabilia items to Korea. I arrived in that beautiful country on 31st October 2015, since I must participate in some pre-conference meeting.

While the APRSC participants have an educational tour, I brought the flag inside my backpack. Then the time has come. It was a group photo session with all the participants. I take off the flag from my backpack, and raised it with my hands.

Back home in Jakarta, Indonesia, I have the opportunity to modify the flag. Here is the flag, ready to frame and become a historical APRSC memorabilia from Korea.

(Published also in https://www.scout.org/node/192566)