Kamis, 05 Mei 2016

“Scout Look”



Kak R. Andi Widjanarko (kiri), Kak Djoko Adi Waluyo (tengah), dan Kak Lusi Karlina (kanan), dengan busana "Scout Look" kreasi masing-masing. (Foto: koleksi Kak R. Andi Widjanarko, ISJ)

Kita mungkin sudah mengenal apa itu “Army Look”. Bergaya modis dengan pakaian dan aksesoris mirip pakaian militer. Suatu tren mode yang pernah populer, dan bahkan sampai kini pun masih banyak disukai orang. Bukan hanya remaja, tetapi juga orang dewasa. Pria dan wanita. Tidak peduli apakah orang itu masih atau pernah menjadi bagian dari suatu dinas militer, atau mempunyai keluarga yang aktif di militer, atau sama sekali taka da hubungan apa pun dengan kemiliteran, namun gaya pakaian dan aksesoris a la militer itu cukup banyak penggemarnya.
Lalu bagaimana dengan “Scout Look”? Bila dilihat dari namanya, tentu itu merujuk pada pakaian dan aksesoris bergaya Pandu atau Pramuka. Tapi adakah peminatnya? Ada yang khawatir berpakaian a la Pandu atau Pramuka bisa dibilang seperti anak kecil, karena di mata sebagian orang, kegiatan pendidikan kepanduan atau kepramukaan itu hanya untuk anak-anak.
Sesungguhnya tidak demikian. Organisasi pendidikan kepanduan atau kepramukaan terbuka untuk semua usia. Bahkan ada pepatah, “Sekali Pandu tetap Pandu”, “Sekali Pramuka tetap Pramuka”. Di Indonesia, sejak 1980-an hampir semua siswa sekolah pernah merasakan berkegiatan kepramukaan. Jadi apa salahnya tetap bergaya a la “Scout”, sebutan Bahasa Inggris yang di Indonesia diterjemahkan sebagai Pandu atau Pramuka.
Contoh menarik adalah seorang tokoh Pramuka dari Jawa Timur, yang kita panggil dengan Kakak – sebutan di lingkungan Gerakan Pramuka untuk memanggil orang dewasa di atas 25 tahun –  Djoko Adi Waluyo, atau singkatnya Kak Djoko. Dia kini menjabat sebagai Rektor Universitas PGRI Adi Buana di Surabaya. Kak Djoko termasuk orang yang senang mengenakan pakaian dan aksesoris “Scout Look”.
Seorang teman dari Jakarta, Kak R. Andi Widjanarko, yang juga fotografer profesional, bahkan berusaha mengembangkan tren mode ini di kalangan kaum muda. Dia membuat akun Facebook, “Scoutlook Community”. Dia pun berusaha mendatangkan seragam-seragam kepanduan dari berbagai negara, maupun aksesorisnya. Agar lebih stylish dipakai bergaya.
Kak Ganet Boedi Oetomo (kiri) dan Kak Andi Fahry Makassau (kanan) dengan busana loreng-loreng Pramuka "campuran" gaya "Army Look" dan "Scout Look". (Foto: koleksi Andi Fahry Makassau)

Saat ini, yang juga menggemari penampilan “Scout Look” adalah Kepala dan Wakil Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Gerakan Pramuka tingkat Nasional (Pusdiklatnas), Kak Ganet Boedi Oetomo dan Kak Andi Fahry Makassau. Di luar mereka, tentu banyak lagi yang menggemari gaya a la Pramuka itu. Baik yang masih aktif di kepramukaan, maupun yang karena berbagai alasan, sudah tak aktif lagi. Seperti Kak Ari Wijanarko, mantan anggota Dewan Kerja Pramuka Penegak dan Pandega tingkat Nasional (DKN), yang senang mengenakan busana dilengkapi topi Pandu a la topi Baden-Powell, Bapak Pandu Sedunia.
Sebelumnya, Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka masa bakti 2003-2008 dan 2008-2013, Kak Azrul Azwar, juga mengemukakan betapa inginnya dia “membangkitkan” tren mode “Scout Look’. Kalau orang atau anak muda senang berpakaian bergaya seperti militer atau “Army Look”, kenapa kita tidak berusaha membuat para Pramuka dan remaja umumnya senang juga bergaya “Scout Look”, demikian dikatakannya suatu ketika di awal kepemimpinannya di Kwarnas. 
Kak Ari Wijanarko (tengah) bersama teman-temannya dari WWF-Indonesia. Kak Ari tampil dengan "Scout Look" menggunakan topi Pandu a la topi Baden-Powell, Bapak Pandu Sedunia. (Foto: koleksi Ari Wijanarko)

Kak Azrul mengungkapkan juga, dia ingin agar anak muda senang dengan Pramuka, kalau bisa diproduksi desain-desain kaus atau baju yang bergaya Pramuka namun tetap menarik dan tampil modis. “Remaja mau membeli cukup mahal kaus loreng-loreng a la militer, kenapa kita tidak bikin desain kaus dengan gambar khas Pramuka, seperti orang berkemah, kacu, atau lainnya, dalam bentuk yang menarik,” tambah Kak Azrul lagi.
Dia ingin agar kaus, baju, dan aksesoris menarik itu bisa dijual di kedai-kedai Pramuka. Jadi kedai Pramuka tidak sekadar menjual perlengkapan Pramuka yang standar, tetapi juga segala sesuatu yang bergaya “Scout Look”, maupun perlengkapan-perlengkapan untuk berkegiatan di alam terbuka. Mulai dari tenda, jaket, ransel, dan sebagainya.
Maka Kak Azrul menugaskan PT Molino Pramuka yang saat ini mengurus Kedai Pramuka di Kwarnas, untuk membentuk Divisi Scout Look. Kak Azrul menugaskan dua anak muda yang pernah sangat aktif di kepramukaan, Kak Aji Rachmat dari Yogyakarta dan Kak Asep Kurniawan dari Bandung untuk mengurus divisi tersebut.
Mereka sempat membuat sejumlah desain kaus bergaya “Scout Look” yang cukup menarik. Demikian pula sejumlah cenderamata khas Pramuka, sempat dihasilkan dan dijual kepada umum. Sayang, entah kenapa, aktivitas itu kurang berkembang. Entah karena masalah promosi jadi kurang dikenal, atau memang kaum muda belum terbiasa menggunakan pakaian dan aksesoris bergaya “Scout Look”. Bisa juga karena citra Pramuka di masyarakat luas masih tetap dianggap sebagai aktivitas anak kecil di sekolah.
Sejumlah anggota komunitas Indonesia Scout Journalist (ISJ) dengan penampilan busana dan aksesoris "Scout Look". (Foto: koleksi R. Andi Widjanarko, ISJ)

Itulah sebabnya, dalam mengembangkan gaya berbusana dan aksesoris “Scout Look” tidak cukup dengan menciptakan desain atau produk yang bagus saja. Tetapi perlu diimbangi dengan promosi dan publikasi terus-menerus, bahwa berpenampilan “Scout Look” sebenarnya keren dan asyik juga.
Penampilan “Scout Look” bisa melalui kaus atau busana yang dipakai, dapat pula melalui aksesoris yang digunakan. Misalnya rompi, scarf atau setangan leher yang bukan setangan leher resmi Gerakan Pramuka, topi Pandu, dan lainnya. Termasuk juga ikat pinggang khas Pandu atau Pramuka.
Jadi intinya, harus tetap dipromosikan bahwa berpenampilan “Scout Look” itu seperti motto dari Jambore Nasional X-2016, membuat pemakai dan yang melihatnya “keren, gembira, dan asyik”.

2 komentar:

  1. Scout Look, keren Kak Berthold Sinaulan, saya juga suka membaca artikel-artikel Kakak di Kompasiana.
    Salam

    BalasHapus